Jumat, 01 Juli 2011

sepasang sepatu


saya datang bersama sepasang sepatu
bukan sendiri tapi bersama-sama
selalu bersama-sama
saya tidak bisa pulang, tidak bisa pergi tanpa sepatu
sepatu saya, cinta saya, cinta sepatu saya

sepatu kiri saya senang menari
sepatu kanan saya senang bernyanyi
setiap malam kami berlatih nyanyian baru
setiap hari kami ciptakan tarian baru
bersama-sama kami akan memukau dunia

suatu hari datang seekor lintah hinggap di sepatu kiri saya
menghisap darahnya sampai habis
satu minggu lamanya sepatu kiri tidak menari
hingga akhirnya sepatu kiri mati
sepatu kanan saya berduka lara, tidak mau lagi bernyayi
sesekali bersenandung lagu kematian

satu minggu lamanya ia tidak bernyanyi
hingga suatu pagi ia putuskan untuk akhiri hidupnya
mengikat lehernya dengan tali sepatu
dua sepatuku wafat sudah
dan kini aku berjalan
disini
sendiri
tanpa sepatu
betapa hatiku takkan pilu......

"Gugur Sepatu" - Tika And The Dissidents 

Sebenarnya ingin bercerita tentang sepasang sepatu dan menuliskan hanya sebagian lirik lagu "Gugur Sepatu", tapi kok eman gak lengkap. Malah jadi malas nulis sepasang sepatu. Tergoda suara angkuh hipnotisnya Tika di lagu ini yang sahut-menyahut seperti lolongan hantu. Horor berakhir tragis. Meliuk-liuk dingin seperti mantera penyihir. Eksplorasi kelincahan suara Tika yang indah dengan vokal berani. Banyak yang ngeri mendengar lagu ini. Teman-teman saya merinding tiap saya nyanyi lagu ini di lorong atau dapur. Saya dari awal denger kok malah terprovokasi mendengar suara sexy Tika disini. Malah kadang jadi lagu pengantar tidur. Dan liriknya itu, A+ dari saya. Seolah membaca puisi dari seorang penyair dunia hitam. Sangar.

Saya jadi berfikir. Kenapa sepatu kanan harus ikut mati bunuh diri? Seolah tak bisa hidup tanpa sepatu kiri. Tak bisa bernyanyi tanpa sepatu kiri. Ketergantungan,intinya. Jangan pernah menggantungkan hidupmu pada orang lain. Jangan pernah. Betapa hatiku takkan piluuuu.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar