Rabu, 24 Agustus 2011

Home

Just a few more hours and I'll be right home to you.

Makasar,Ruang tunggu.

Selasa, 16 Agustus 2011

Melodi Kota Rusa


Ini oleh-oleh saya dari boven. Selamat menikmati ya. Sebuah film karya anak papua yang bertutur dengan ciri khas Papua serta 100% diproduksi dan digarap oleh putra-putri Papua. Bersetting disebuah distrik Munting salah satu distrik di Kab. Merauke yang terletak di perbatasan Republik Indonesia dan Papua  New Guinea. Film yang menceritakan tentang pencarian jati diri, ambisi, perjuangan, musik, cinta dan persahabatan. Dan benar ambisi itu tidak seharusnya menghancurkan kebersamaan yang sudah susah payah dibangun sejak lama. Kebersamaan itu yang membuat segalanya itu menjadi lebih indah meskipun gagal meraih  impian dan cita cita. Sebab keberhasilan sesungguhnya dalam hidup ini adalah ketika kita bisa menyatukan hati dan tujuan. Saya suka lagu yang dimainkan Kanib dkk yang berjudul Sakil meski saya tidak tahu artinya apa.
Sakil kabla tapwae manongga daoga… 
Sakil kabla tapwae manongga daoga…
Wahingga maitu kabaa no ngakali kaba tee….
Wahingga maitu kabaa…..

#nb : yang mau oleh-oleh ini hubungi saya ya.. :)

Back to Jayapura

Yak. Saya harus pulang. Kangen kebangetan sudah membuat teman-teman saya di mess terindikasi gila. Saya harus segera pulang. Karena Bandara Tanah Merah masih belum beroperasi jadi kali ini saya pulang lewat jalur tiga. Naik Mobil Hiline sepanjang 500 km ke Merauke. Kemudian naik pesawat ke Jayapura. Kali ini saya tidak sendirian. Karena Sakernas sudah selesai maka saya turun ke Merauke bersama para KSK. Dan beruntungnya beberapa hari ini tidak hujan jadi jalanan kering, tidak perlu bermalam di hutan.

Dan ternyata naik Hailine itu seru. Sekali lagi SERUU!!!. Mobil Hiline ini memang untuk medan berat karena dilengkapi dengan double gardan dan wing. Seru kalo pas lewat jembatan rusak,tahan napas supaya jembatan tidak ambrol. Seru kalo sudah nemu jalan aspal pasti mbalap karena pas di jalan lumpur kecepatan seperti siput. Dan tambah seru kalo mobil sudah sampe miring 60 derajat.

Sepanjang jalan, sebagian besar jalannya juga rusak. Sama dengan perjalanan ke distrik Midiptana. Ajur!! Walaupun jalanan ancur tapi pemandangannya tidak hancur. Seperti ketika melewati Camp 60 yang merupakan tempat perkebunan kelapa sawit. Ketika istirahat di Distrik Munting ( distriknya Kanip dkk di film Melodi Kota Rusa). Dan ketika istirahat malam di Distrik Soka yang terdapat tugu kembaran Sabang-Merauke. Jadi tugu ini mempunyai kembaran di Kota Sabang. Sebagai lambang wilayah NKRI dari Sabang sampai Merauke. Dan pemandangan sarang semut ketika kilometer akhir mendekati Merauke. Oiya,tentang Merauke, saya rasa saya lebih suka kota ini dibanding Jayapura. Apa saya nyantol di Merauke dulu ya. :p

Merauke, 9 Juli 2011



Peng"asing"an Bung Hatta

Tanah Merah, 6 Agustus 2011
Boven Digoel pada jaman dahulu adalah tempat pengasingan Bung Hatta oleh Belanda. Iya,Bung Hatta proklamator kita itu. Ada penjara bekas pengasingan Bung Hatta di Boven digoel. Tentunya saya tidak akan melewatkan berkunjung ke tempat cantik seperti ini. Namun sayang keadaan penjara peninggalan ini tidak terawat. Tidak ada yang bisa saya korek keterangan dan cerita yang lebih jelas tentang peninggalan ini. Eman. Barang-barang peninggalan ini hanya menjadi saksi bisu Bung Hatta. Tiba-tiba saya merasa asing. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan. Katanyaaaaaa…

Distrik Mindiptana

Tanah Merah, 5 Agustus 2011
Selasa,2 Agustus 2011 kemaren seharusnya saya balik ke Jayapura. Tapi karena ada perbaikan di Bandara Tanah Merah jadi untuk sementara bandara tidak beroperasi dan karena keadaan Jayapura yang sedang tidak kondusif beberapa hari kemaren. Saya putuskan tinggal beberapa hari lagi di tanah merah. Sekaligus menyelesaikan PPLS yang belum kelar kemaren. Matching data satu kabupaten sampai mata picing. Dan harus membantu ksk mencacah Sakernas yang harus selesai minggu pertama Agustus,karena kasihan kalo tidak selesai mereka tidak bisa ikut prajab.

Mencacah disini,tidak sesusah seperti di Jawa. Disini orang-orangnya cenderung welcome dan membantu. Walau kadang banyak ibu-ibu mengira kita mau ngasih bantuan. Kami hanya mengumpulkan data. Membantu lewat data.

Yang menjadi ujung tombak adalah KSK (Koordinator Statistik Kecamatan) yang membawahi tiap kecamatan. Mereka yang turun ke lapangan langsung. Di sini kecamatan disebut dengan distrik. Dan disetiap kecamatan dibawahi oleh satu ksk. Kemaren saya ikut Pak Nardi mengantarkan dokumen ke Distrik Mindiptana yang berada 70 km dari Kab. Boven Digoel. Ini setara dengan jarak Malang-Surabaya. Dan disini itu adalah jarak satu distrik. Itu distrik yang tergolong dekat. Trus yang tergolong jauh, jauhnya kayak apa yaa??

Jalan ke Mindiptana. Hanya ada satu kata mengungkapkannya. Ajur!! Meski  naek mobil yang sudah dimodif sedemikian rupa, didalam mobil rasanya masih seperti kocokan arisan. Sepanjang jalan hanya ada 2-4 rumah penduduk  yang terbuat dari papan dan beratap daun rumbia kemudian hutan berkilo-kilo meter lagi baru menemukan 1-2 rumah lagi dan hutan lagi. Dan anehnya saya menjumpai 2-3 bangunan pasar  yang tak terurus hasil PNPM Mandiri disepanjang jalan hutan itu. Dan sepertinya memang tidak dimanfaaatkan. Coba pikir, siapa yang mau berjualan di tengah-tengah hutan seperti ini? Siapa yang beli? Bah!! Percuma. Dana turun,tapi tidak tepat guna. Asal dana turun. Dimakan sendiri oleh orang-orang besar. Ada beberapa sekolah,namun tidak ada guru yang mengajar. Ternyata jumlah guru yang katanya berjuta-juta itu kemana ya??

Distrik Mindiptana tidak jauh beda dengan Boven pada umumnya. Tanahnya merah, sumber airnya dari air hujan, listrik jam 6-12 malam. Namun sudah ada bandaranya sendiri. Karena menggunakan kapal perintis yang bersubsidi jadi harganya lebih murah. Ke Merauke hanya Rp 350.000,- dan melayani seminggu 3 kali. Sinyal sudah tidak ada sama sekali, jadi komunikasi di Distrik Mindiptana ini menggunakan antena SSB.

Karena sudah memasuki Agusts di depan tiap rumah itu dipasang bendera merah putih. Bendera merah putih dan umbul-umbul berbagai warna dan ukuran menghiasi  jalan-jalan dan pemukiman warga. Ada yang baru dan berwarna cerah. Namun ada juga yang berwarna kusam karena dijadikan barang inventaris yang bisa dipakai berulang-ulang untuk acara perayaan.

Umbul-umbul itu dikaitkan pada sebatang bambu ukuran besar dan panjang yang ditanamkan di tanah. Gapura depan gang dipasangi umbul-umbul ukuran besar yang melambai sampai tanah. Ketika kendaraan berkelebat umbul-umbul merah putih ini bergoyang seolah bersorak meneriakkan kata “Merdeka!! Kita merdeka!!”. Yang sebenarnya saya yakin mereka belum menikmati arti kemerdekaan yang sesungguhnya.
Benarkah mereka sudah merdeka? Benarkah mereka sudah mendapatkan hak yang seharusnya mereka dapatkan? Apakah karena mereka tinggal di pedalaman hutan tidak butuh akses jalanan yang mudah? Apakah karena mereka jauh beribu-ribu mile dari ibu kota mereka tidak butuh pendidikan yang layak? Kesehatan? Bagaimana juga dengan kesehatan?

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) :
"Tiap - tiap warga negara berhak atas perkerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan"

Senin, 15 Agustus 2011

Tanah Merah

Kali ini saya kurang bersemangat untuk supervisi ke daerah, perasaan malas meninggalkan teman-teman di mess, ditambah saya masih mupeng di acara Keracunan Ingatan-nya Melancholic Bitch di Jogja. Saya masih saja ngiler garuk-garuk tanah membik-membik. Andai supervisi saya dipindah ke Jogja saja. :p

Kali ini berangkat dalam acara kegiatan supervise PPLS ke Boven Digoel. Kabupaten baru yang merupakan pemekaran dari Merauke. Kalo di peta letaknya disebelah kanan atas Merauke dan berbatasan langsung dengan Papua Nugini . Boven Digoel adalah satu-satunya kabupaten yang bisa ditempuh jalur darat dari Merauke. Ada 3 jalur yang bisa ditempuh untuk ke  Tanah Merah, Boven Digoel.

Jalur pertama : Pesawat langsung dari Bandara Sentani Jayapura -Tanah Merah. Hanya melayani 3 kali/minggu (Selasa,Kamis,Minggu) dengan pesawat sedang berkapasitas 20 orang. Maskapai yang melayani yaitu Ekpress dan Merpati. Ditempuh kurang lebih 1 jam. Dengan harga tiket kurang lebih Rp 2.000.000,-

Jalur kedua :  Pesawat dari Bandara Sentani  Jayapura – Merauke – Tanah Merah. Pesawat dari Jayapura-Merauke setiap hari ada dan pesawatnya jenis boeing besar. Dengan harga kurang lebih Rp 400.000,- . Kemudian disambung dengan pesawat twin otter berkapasitas 12 orang dari Merauke ke Tanah Merah. Satu-satunya maskapai yang melayani adalah Merpati dengan harga kurang lebih Rp 1.500.000,-

Jalur ketiga: Sama dengan jalur kedua. Tapi setelah sampai di Merauke dilanjutkan dengan jalur darat dengan mobil Hiline dengan kapasitas 6 orang yang setiap hari beroperasi tentunya dengan nunggu penumpang penuh. Perjalanan minimal 12 jam kalo musim kering dan bisa 3 hari nginap di hutan kalo musim hujan karena jalan berlumpur. Dengan harga Rp 700.000,-

Karena alasan, saya sendirian belum tahu medan jalan dan sedang tidak mood untuk gila saya berangkat dengan jalur pertama. Sampai di Bandara Tanah Merah pukul 14.00 WIT turun pesawat saya kayak orang ndeso plonga plongo karena bandaranya kayak stasiun di desa saya dan banyak orang di bandara melambai-lambaikan tangan,nah looo yang mana yang jemput saya?? Bang sabam mana?? Untungnya tiba-tiba ada bapak pake baju seragam BPS di luar bandara. Gak kenal. Malu bertanya, ora iso muleh. Eh, ternyata emang bapak itu yang disuruh jemput saya. Bapaknya baik. Saya diantar ke mobil langsung ke kantor. Wedyaan, mobilnya tinggi gede saya kesusahan naiknya. Ternyata disini mobil memang harus dimodif karena medannya yang susah. Jadi mobilnya ditinggikan dan diganti dengan ban gede. Dan ternyata bapak yang jemput saya itu adalah bapak kepala BPS Kab. Boven Digoel sendiri. Tet-tot!! Gelegepan!!

Kantor BPS kab Boven Digoel berada 3 km dari bandara. Walau masih 3 km dari kota tapi sinyal sudah kembang kempis. Sampai di kantor, ketemu Bang Sabam,dikenalkan dengan yang punya hajat yaitu Kasie Sosialnya Mbak Nila,kemudian dengan 5 KSK (Koordinator Statistik Kecamatan) yang baru, orang-orangnya baik apalagi para ksknya rame banget,kantornya sudah bagus, dan bersih. Ada rumah dinas di belakang kantor dengan  lapangan badminton di halamannya. Saya sekamar dengan Mbak Nila dan serumah dengan para ksk lainnya.

Disini sejauh mata memandang tanahnya merah. Lempung tanah liat gitu kalo orang jawa bilang. Ya makanya lebih dikenal dengan tanah merah. Kalo gak hujan jalanan bagus karena lempung mengeras tapi kalo hujan jalanan jadi lumpur tapi bisa nyuci baju karena sumber air disini dari air hujan. Airnya dari air hujan ditampung di profil tank kemudian dipake buat mandi,nyuci piring,wudhu dsb. Kalo gak hujan mandinya dijatah satu ember  satu orang di pagi hari, sorenya gak pake mandi. Sumur tidak bisa digunakan disini karena air tanahnya berwarna merah dan mengandung besi. Listriknya nyala jam 6-12 malam dari jenset. Kalo mau telfon nongkrong di bawah parabola atau manjat pagar depan kantor. Jadi  kayak naek gunung, susah air, listrik dan siinyal. Cuma bedanya tidurnya gak ditenda dan gak pake sleeping bag. Kalo malam banyak kunang-kunang dan suara jangkrik. Damai. Walau sedikit saya jadi ingat kedamain yang dirasakan Criss di film In To The Wild. Sedikit, karena Criss membakar semua uang yang dimilikinya. Kalo Boven saya bakar uang sama dengan saya tidak bisa pulang.hehe..

Kalo ada yang bilang harga barang di Jayapura mahal, di Boven lebih mahal. Salah satu contohnya tempe sepotong di  Jayapura Rp 1000,- di Boven sepotong Rp 2500,-. Indomie di Jayapura Rp 1500,- di Boven Rp 2500,- dan itu berlaku untuk sebagian besar barang. Namun ada juga yang lebih murah dari Jayapura, Es Pisang Ijo di Jayapura Rp 10.000,- tapi di Boven hanya Rp 8000,- karena kebanyakan penduduknya disini asal Makasar jadi banyak Coto Makasar dan Es Pisang Ijo. Dan daging rusa sangat digemari disini. Menu makan siang saya hari ini adalah semur daging rusa. Rasanya sama kayak daging sapi. Dan menu makan malam saya adalah daging rusa asam manis. Bisa dtebak kan besok saya sahur pake apa? Rendang daging rusa. Gimana saya gak jadi buntelan karung pulang Jayapura.


Oiya,kalo mau teraweh persiapannya kayak mau pindah rumah, semua alat sholat dimasukkan ke tas ransel agar tidak kotor cipratan lumpur, naek motor cowok dan masjid terdekat adalah 6 km dari kantor. Gelap. Tidak ada lampu jalan. Kanan kiri hutan. Sungguh perjuangan kan…

Banyak sodara kita yang susah untuk mendapatkan sesuatu, yang kadang sangat mudah dan kecil bagi kita. Yuk,hemat air,hemat listrik dan ramaikan masjid… Selamat menunaikan ibadah puasaa….^_^

Tanah Merah,31 Juli 2011
pesawat kecil Ekspres air Jayapura-Tanah Merah
Danau Sentani dari jendela
Jalan ke kota Boven Digoel 
Bandara Tanah Merah

BPS Kab. Boven Digoel