Kali ini saya kurang bersemangat untuk supervisi ke daerah, perasaan malas meninggalkan teman-teman di mess, ditambah saya masih mupeng di acara Keracunan Ingatan-nya Melancholic Bitch di Jogja. Saya masih saja ngiler garuk-garuk tanah membik-membik. Andai supervisi saya dipindah ke Jogja saja. :p
Kali ini berangkat dalam acara kegiatan supervise PPLS ke Boven Digoel. Kabupaten baru yang merupakan pemekaran dari Merauke. Kalo di peta letaknya disebelah kanan atas Merauke dan berbatasan langsung dengan Papua Nugini . Boven Digoel adalah satu-satunya kabupaten yang bisa ditempuh jalur darat dari Merauke. Ada 3 jalur yang bisa ditempuh untuk ke Tanah Merah, Boven Digoel.
Jalur pertama : Pesawat langsung dari Bandara Sentani Jayapura -Tanah Merah. Hanya melayani 3 kali/minggu (Selasa,Kamis,Minggu) dengan pesawat sedang berkapasitas 20 orang. Maskapai yang melayani yaitu Ekpress dan Merpati. Ditempuh kurang lebih 1 jam. Dengan harga tiket kurang lebih Rp 2.000.000,-
Jalur kedua : Pesawat dari Bandara Sentani Jayapura – Merauke – Tanah Merah. Pesawat dari Jayapura-Merauke setiap hari ada dan pesawatnya jenis boeing besar. Dengan harga kurang lebih Rp 400.000,- . Kemudian disambung dengan pesawat twin otter berkapasitas 12 orang dari Merauke ke Tanah Merah. Satu-satunya maskapai yang melayani adalah Merpati dengan harga kurang lebih Rp 1.500.000,-
Jalur ketiga: Sama dengan jalur kedua. Tapi setelah sampai di Merauke dilanjutkan dengan jalur darat dengan mobil Hiline dengan kapasitas 6 orang yang setiap hari beroperasi tentunya dengan nunggu penumpang penuh. Perjalanan minimal 12 jam kalo musim kering dan bisa 3 hari nginap di hutan kalo musim hujan karena jalan berlumpur. Dengan harga Rp 700.000,-
Karena alasan, saya sendirian belum tahu medan jalan dan sedang tidak mood untuk gila saya berangkat dengan jalur pertama. Sampai di Bandara Tanah Merah pukul 14.00 WIT turun pesawat saya kayak orang ndeso plonga plongo karena bandaranya kayak stasiun di desa saya dan banyak orang di bandara melambai-lambaikan tangan,nah looo yang mana yang jemput saya?? Bang sabam mana?? Untungnya tiba-tiba ada bapak pake baju seragam BPS di luar bandara. Gak kenal. Malu bertanya, ora iso muleh. Eh, ternyata emang bapak itu yang disuruh jemput saya. Bapaknya baik. Saya diantar ke mobil langsung ke kantor. Wedyaan, mobilnya tinggi gede saya kesusahan naiknya. Ternyata disini mobil memang harus dimodif karena medannya yang susah. Jadi mobilnya ditinggikan dan diganti dengan ban gede. Dan ternyata bapak yang jemput saya itu adalah bapak kepala BPS Kab. Boven Digoel sendiri. Tet-tot!! Gelegepan!!
Kantor BPS kab Boven Digoel berada 3 km dari bandara. Walau masih 3 km dari kota tapi sinyal sudah kembang kempis. Sampai di kantor, ketemu Bang Sabam,dikenalkan dengan yang punya hajat yaitu Kasie Sosialnya Mbak Nila,kemudian dengan 5 KSK (Koordinator Statistik Kecamatan) yang baru, orang-orangnya baik apalagi para ksknya rame banget,kantornya sudah bagus, dan bersih. Ada rumah dinas di belakang kantor dengan lapangan badminton di halamannya. Saya sekamar dengan Mbak Nila dan serumah dengan para ksk lainnya.
Disini sejauh mata memandang tanahnya merah. Lempung tanah liat gitu kalo orang jawa bilang. Ya makanya lebih dikenal dengan tanah merah. Kalo gak hujan jalanan bagus karena lempung mengeras tapi kalo hujan jalanan jadi lumpur tapi bisa nyuci baju karena sumber air disini dari air hujan. Airnya dari air hujan ditampung di profil tank kemudian dipake buat mandi,nyuci piring,wudhu dsb. Kalo gak hujan mandinya dijatah satu ember satu orang di pagi hari, sorenya gak pake mandi. Sumur tidak bisa digunakan disini karena air tanahnya berwarna merah dan mengandung besi. Listriknya nyala jam 6-12 malam dari jenset. Kalo mau telfon nongkrong di bawah parabola atau manjat pagar depan kantor. Jadi kayak naek gunung, susah air, listrik dan siinyal. Cuma bedanya tidurnya gak ditenda dan gak pake sleeping bag. Kalo malam banyak kunang-kunang dan suara jangkrik. Damai. Walau sedikit saya jadi ingat kedamain yang dirasakan Criss di film In To The Wild. Sedikit, karena Criss membakar semua uang yang dimilikinya. Kalo Boven saya bakar uang sama dengan saya tidak bisa pulang.hehe..
Kalo ada yang bilang harga barang di Jayapura mahal, di Boven lebih mahal. Salah satu contohnya tempe sepotong di Jayapura Rp 1000,- di Boven sepotong Rp 2500,-. Indomie di Jayapura Rp 1500,- di Boven Rp 2500,- dan itu berlaku untuk sebagian besar barang. Namun ada juga yang lebih murah dari Jayapura, Es Pisang Ijo di Jayapura Rp 10.000,- tapi di Boven hanya Rp 8000,- karena kebanyakan penduduknya disini asal Makasar jadi banyak Coto Makasar dan Es Pisang Ijo. Dan daging rusa sangat digemari disini. Menu makan siang saya hari ini adalah semur daging rusa. Rasanya sama kayak daging sapi. Dan menu makan malam saya adalah daging rusa asam manis. Bisa dtebak kan besok saya sahur pake apa? Rendang daging rusa. Gimana saya gak jadi buntelan karung pulang Jayapura.
Oiya,kalo mau teraweh persiapannya kayak mau pindah rumah, semua alat sholat dimasukkan ke tas ransel agar tidak kotor cipratan lumpur, naek motor cowok dan masjid terdekat adalah 6 km dari kantor. Gelap. Tidak ada lampu jalan. Kanan kiri hutan. Sungguh perjuangan kan…
Banyak sodara kita yang susah untuk mendapatkan sesuatu, yang kadang sangat mudah dan kecil bagi kita. Yuk,hemat air,hemat listrik dan ramaikan masjid… Selamat menunaikan ibadah puasaa….^_^
Tanah Merah,31 Juli 2011
|
pesawat kecil Ekspres air Jayapura-Tanah Merah | |
|
Danau Sentani dari jendela |
|
Jalan ke kota Boven Digoel | | | | |
|
Bandara Tanah Merah |
|
BPS Kab. Boven Digoel |
|